Sunday, March 30, 2014

Bunga Lambang Sebuah Provinsi




http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/03/Bengkulu_coa.png/180px-Bengkulu_coa.pngBengkulu

 Lambang Bengkulu berbentuk perisai dengan tulisan Bengkulu. Di dalam lambang perisai, terdapat lambang bintang, cerana, rudus (senjata), bunga Rafflesia arnoldii, tangkai buah padi dan kopi.
Bintang memiliki makna Ketuhanan Yang Maha Esa. Cerana melambangkan kebudayaan yang tinggi, senjata rudus melambangkan kepahlawanan. Bunga Rafflesia arnoldii merupakan keistimewaan alam Bengkulu]]. Padi dan kopi sebagai simbol kesejahteraan. Selain itu, terdapat lukisan ombak berjulah 18 garis, daun kopi 11 lembar, bunga kopi setiap tangkai berjumlah 6 buah, dan setiap tangkai berjumlah 8 dimana semuanya menunjukkan tanggal 18 November 1968 (hari lahir provinsi Bengkulu).


Sumber 
http://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_Bengkulu

Tokoh Wayang



TOGOG

http://wayangku.files.wordpress.com/2008/06/togog.jpgTogog adalah putra dewa yang lahir sebelum Semar, tapi karena tidak mampu mengayomi bumi maka Togog kembali ke asal lagi alias tidak jadi lahir. Dan pada waktu bersamaan lahirlah Semar.
Pada zaman kadewatan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari keempat anaknya yang lahir dari sebutir telur. Lapisan-lapisan telur yakni Kulit paling luar diberi nama Batara Antaga (Togog), Kulit selaput diberi nama Batara Sarawita (Bilung) , Putih telur diberi nama Batara Ismaya (Semar) dan Kuning telur diberi namaBatara Manikmaya (Batara Guru). Untuk itu sayembara diadakan dengan cara barang siapa dari keempat anaknya tersebut dapat menelan bulat-bulat dan memuntahkan kembali Gunung Jamurdipa maka dialah yang akan terpilih menjadi penguasa kahyangan. Pada giliran pertama Batara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, namun yang terjadi malah mulutnya robek dan jadi dower karena Togog memaksakan dirinya untuk menelannya padahal mulutnya tidak muat. Giliran kedua Batara Sarawita salah menelan gunung yang sedang aktif dan mendadak meletus sebelum dia menelannya membuat seluruh tubuhnya rusak dan bopeng-bopeng. Giliran berikutnya adalah Batara Ismaya (Semar) yang melakukannya, Gunung Jamurdipa dapat ditelan bulat-bulat tetapi tidak dapat dikeluarkan lagi karena Semar tidak bisa mengunyah akibat giginya taring semua, dan jadilah Semar berperut buncit karena ada gunung didalamnya seperti dapat kita lihat pada karakter Semar dalam wayang kulit. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan Semar maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Batara Guru, anak bungsu dari Sang Hyang Wenang.
Adapun Batara Antaga (Togog), Batara Sarawita (Bilung) dan Batara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia, yang pada akhirnya Semar dipilih sebagai pamong untuk para satria berwatak baik (Pandawa) dan Togog dan Bilung diutus sebagai pamong untuk para satria dengan watak buruk.

Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Togog

Pahlawan Nasional



Pattimura

Berkas:Pattimura 2.jpgPattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara atas saran abdul gafur, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[3] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[4] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan [5] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [4] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia.
Sumber 
http://id.wikipedia.org/wiki/Pattimura

Kembalikan Indonesia ke Indonesia




Kembalikan Indonesia ke Indonesia

                Indonesia ialah negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan populasi sekitar sebesar 260 juta jiwa pada tahun 2013. Indonesia juga memiliki berbagai suku bangsa sehingga indonesia kaya akan budaya di dalamnya. Fakta ini tidak bisa disangkal oleh siapapun, namun dibalik kekayaan tersebut justru pemerintah dan bangsa indonesia sangat lemah mematenkan apa yang seharusnya menjadi hak bangsa indonesia.
                Seperti halnya kasus kopi gayo dan kopi toraja ternyata sudah dipatenkan oleh pengusaha belanda dan jepang, sehingga petani indonesia  tidak bisa mengekspor kedua jenis komoditas tersebut dengan nama kopi gayo dan toraja. Pengamat ekonomi dan pertanian mengungkapkan, kopi gayo sudah dipatenkan sebagai merek dagang oleh perusahaan multanasional belanda, sedangkan kopi toraja dipatenkan oleh perusahaan asal jepang.
                Akibat dari kejadian tersebut petani tidak bisa lagi  memakai merek kopi gayo dan toraja. Kopi gayo merupakan salah satu komoditas unggulan dari gayo, aceh tengah. Sedangkan kopi toraja berasal dari tanbah toraja, sulawesi tengah. Kopi toraja merupakan salah satu komoditi kopi arabika unggulan asal toraja, kopi toraja memang sudah terkenal sejak masa penjajahan belanda. Oleh karna itu pemerintah harus memperjuangkan agar kedua jenis kopi asli indonesia tersebut tidak dijadikan merek dagang oleh pihak asing dengan mendaftarkan indikasi geografis kedua komoditas itu, tujuan dari medaftarkan indikasi geografis bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk yang bersangkutan.
Artinya nama gayo dan toraja itu hanya ada satu-satunya di indonesia, tidak ada didaerah lain. Jadi nama kopi tersebut adalah hak eksklusif masyarakat gayo dan toraja. Bukan hanya kopi saja yang harus didaftarkan menjadi hak paten. Tetapi hasil pertanian, produk olahan dan hasil kerajinan yang berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis agar kejadian tersebut tidak terulang lagi dimasa mendatang.
                Bangsa ini seharusnya sudah mulai sadar akan hasil pertanian yang melahirkan pangan dan menopang ketahanan pangan menjadi faktor penentu dalam ketahanan nasional.
                Kalau produksi pangan minus dan bergantung kepada negara lain, ketahanan pangan menjadi rapuh dan akhirnya ketahanan nasional pun juga  akan ikut rapuh. Bukan hanya budaya indonesia saja yang harus dipertahankan, tetapi disisi lain indonesia masih mempunyai banyak kekayaan seperti halnya  pertanian yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian negara ini, Oleh karnanya harus ada perubahan secara mendasar untuk menempatkan pertanian sebagai salah satu kekayaan indonesia yang mutlak.
                Dibalik kasus ini ada hikmah dimana semua kalangan harus menjaga dan melestarikan kekayaan indonesia seutuhnya. Masyarakat indonesia harus bangga ketika bangsa lain menyukai hasil kekayaan indonesia ini, secara tidak langsung merekalah yang mempromosikan ke penjuru dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, Sehingga dunia mengenal indonesia. Di sisi lain masyarakat pun harus turut berpartisipasi dalam menjaga kekayaan alam indonesia agak tidak diklaim oleh negara lain.

Sumber
http://dinaraviyani.wordpress.com/2014/03/22/kembalikan-indonesia-ke-indonesia/